ARTIKEL PINTASAN

Sunday, April 23, 2017

Mengurai Potensi Pariwisata Cirebon

tari topeng Cirebon (foto: blogspot.com)


Cirebon adalah salah satu kota terbesar di deretan kota-kota jalur Lintas Utara (Pantura). Sebut saja, mulai dari Jakarta, Bekasi, Cikarang, Semarang, hingga Surabaya. Didukung pula dengan infrastruktur yang sangat baik. Yang tak kalah pentingnya ialah eksotisme tradisi budayanya.

Kondisi seperti itu seharusnya membuat pariwisata Cirebon berkembang. Nyatanya, pariwisata Cirebon kalah jauh dengan pariwisata kabupaten-kabupaten di Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah. Padahal, kalau mau jujur, infrastruktur Yogyakarta tidak sebagus Cirebon. Lihatlah, Yogyakarta tidak memiliki akses tol, tidak ada pelabuhan, dan transportasi angkutan umumnya tidak sebaik Cirebon tentunya.

Berbicara tradisi budaya tidak selalu berbicara tradisi yang terkait seni. Kuliner juga adalah bagian dari tradisi budaya itu. Kuliner atau makanan tradisional merupakan hasil cipta rasa masyarakat terdahulu.

Sangat disayangkan memang, pada akhirnya pembangunan wisata kuliner di berbagai tempat di Cirebon terbilang gagal. Salah satu contoh konkretnya adalah, gagalnya pasar kuliner di Pasar Kanoman. Dari indikator inilah, wajar saja penilaian kemudian muncul, bahwa pariwisata Cirebon masih belum bersuara di dunia pariwisata nasional.

Peluang Pariwisata

Pemerintahan di bawah kepemimpinan Joko Widodo, infrastruktur terus digenjot. Salah satu targetnya ialah pertumbuhan dan perkembangan pariwisata hingga pelosok-pelosok negeri. Tak ayal, suara optimisme pariwisata nasional terus berdengung. Diperkirakan, tahun 2020 sektor pariwisata menjadi penghasil devisa terbesar secara nasional.

Bak mengikat tali pinggang, Kementerian Pariwisata pun tidak main-main dalam penetapan target. Ada enam target utamanya. Pertama, target 15 persen produk domestik bruto. Kedua, target Rp280 triliun pendapatan devisa. Ketiga, 13 juta kontribusi peningkatan kerja. Keempat, target daya saing pariwisata berada di angka 30. Kelima, target 20 juta wisatawan mencanegara. Keenam, terakhir, target 275 juta perjalanan wisatawan nusantara. Semuanya target untuk tahun 2019.

Bukan tanpa sebab target itu berani ditetapkan. Tren dunia pariwisata dunia saat ini mulai berporos pada negara-negara Asia. Di antara negara-negara Asia lainnya, negara Asean termasuk mengalami pertumbuhan yang cepat dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan catatan World Economic Forum Travel and Tourims Competitve Index, tahun 2013, Malaysia berada di peringkat ke-25, Thailand peringkat ke-35, dan Indonesia peringkat ke-50 dari total 141 negara. Rata-rata kenaikannya lebih dari lima peringkat dalam dua tahun.

Perlu dicatat, bahwa indikator semua itu adalah peluang. Dalam 5 tahun mendatang dunia pariwisata akan terus berkembang. Setiap pemerintah daerah perlu mengambil langkah cepat dan tepat untuk meraih peluang tersebut.

Mengapa Cirebon?


Seseorang yang hendak melakukan perjalanan wisata, tentu ia akan bertanya sebelum mengambil keputusan destinasi. "Mengapa saya harus ke sini, mengapa harus ke situ, dan mengapa harus Cirebon?" Begitulah kira-kira pertanyaan dasar untuk mengambil keputusannya.

Jika orang yang akan melakukan wisata itu adalah teman Anda, mampukah Anda menjawab? Jawaban yang mungkin ialah kuliner nasi jamblang dan empal gentong. Kalau tidak itu, ya wisata religi, seperti makam dan bangunan bersejarah. Tapi, apakah itu sudah bisa menjadi daya tarik? Kalau belum, di sinilah letak persoalannya, bahwa pariwisata Cirebon tidak semenarik kabupaten-kabupaten di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Dari situlah, pemerintah harus segera mengencangkan ikat pinggang untuk berbenah. Agar pembenahan berjalan dengan baik, ada 4 rekomendasi untuk pemerintah.

Pertama, ciptakan infrastruktur yang baik. Penciptaan infrastruktur bukan cuma soal ketersediaan jalan. Pemerintah juga harus menciptakan angkutan umum berbasis pariwisata. Bisa saja mengadakan bus pariwisata, salah satunya. Yang tak kalah penting adalah, mengadakan angkutan umum yang menjangkau berbagai destinasi wisata.

Kedua, ciptakan brand image produk pariwisata yang khas. Jika selama ini Cirebon dikenal sebagai destinasi wisata religi, maka pemerintah harus membentuk branding Cirebon berkarakter religius. Sedangkan dalam wisata kuliner, ada nasi jamblang dan empal gentong. Pemerintah pun harus bekerjasama dengan pelaku usaha untuk membangun branding kuliner khas ini dikenal lebih luas lagi.

Yang tak kalah penting, soal branding wisata ini, perlu ketegasan apakah pariwisata Cirebon mau mengedepankan kuliner atau destinasinya. Jika kulinernya, maka ciptakan variasi kuliner khas. Ada begitu banyak santapan nusantara di bumi Cirebon ini yang belum tereksplorasi.

Ketiga, bangun SDM yang mendukung pariwisata. SDM adalah penopang. Ibarat konstruksi rumah, SDM merupakan tembok. Dengan SDM yang baik, pariwisata dapat berkembang dengan baik pula. Pemerintah pun perlu menanamkan kesadaran dan pembelajaran managemen wisata. Selain itu, pemerintah juga wajib menstimulasi masyarakat agar terciptanya ide-ide kreatif berbasis wisata. Di antaranya, kreasi atau pencetusan desa wisata seperti desa-desa wisata di Yogyakarta.

Keempat, dukung penciptaan lingkungan serta tradisi yang ramah dan positif. Dunia pariwisata merupakan segmen ekonomi yang bergerak di bidang jasa. Prinsipnya, harus ada kepercayaan dan kenyamanan. Apa jadinya kalau lingkungan wisata kumuh. Untuk itulah, pemerintah wajib membentuk satgas-satgas kebersihan. Selain itu, perlu pula pemerintah mendukung masyarakat menciptakan tradisi yang ramah dan positif terhadap wisatawan. Inilah modal kepercayaan wisatawan. Tanpa sikap ramah dan positif, wisatawan dipastikan enggan ke Cirebon.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes