ARTIKEL PINTASAN

Friday, October 30, 2015

Media Massa Daring Abal-abal Merebak

ilustrasi (gambar: wordpress)

Tak bisa dipungkiri teknologi informasi (TI) memberi perubahan drastis dalam kehidupan bermasyarakat. Peredaran informasi cepat beredar dan tanpa batas regional. Batasannya hanya pada persoalan bahasa dan infrastruktur. Banyak peredaran informasi dari satu tempat ke tempat lain hingga menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat.
Sayangnya, pertumbuhan TI tak diikuti pemantapan individu dalam menyaring media informasi. Masyarakat dituntut cakap dalam memilah media mana, dalam hal ini ialah media massa daring (online), yang layak dan tidak layak. Tanpa kecakapan tersebut, masyarakat akan terbawa arus pada informasi yang menyesatkan.
Dalam satu waktu, penulis membuka beranda facebook. Di beranda terjejali banyaknya media-media massa. Beragam nama. Beragam pula varian kontennya. Mulai dari ihwal agama, tips dan trik, game, hingga politik. Hal yang membuat penulis mengernyitkan dahi ialah nada kebencian.
 Satu kasus, misalnya, apabila si A membagi tautan artikel agama bernada kebencian di beranda facebooknya, maka potensi tautan tersebut dibaca ialah sebanyak pertemanannya di facebook tersebut. Tentu sangat mengkhawatirkan. Bayangkan apabila ia memiliki pertemanan sebanyak 5.000 pertemanan. Katakanan setengahnya tidak membuka facebook. Itu artinya, 2.500 temannya bakal menemui tautan artikel tersebut di beranda facebook masing-masing.
Media massa merupakan produk profesionalitas. Di dalamnya terdapat struktur organisasi, mekanisme, dan regulasi. Media massa yang dikerjakan berdasarkan profesionalitas tentu akan menghasilkan produk kerja yang berkualitas, meski kualitas tak selalu seiring dengan kadar profesionalisme semata.
Media massa daring yang dikerjakan tanpa mengedepankan profesionalisme layak disebut “media abal-abal.” Beberapa aspek kerap terabaikan. Di antaranya ialah sumber, unsur dasar 5W+1H, keseimbangan, hingga legalitas hukum (media massa). Hal inilah banyak ditemui penulis di dalam tautan-tautan di beranda facebook penulis. Misalnya, artikel A tidak jelas siapa sumbernya. Bahkan, badan hukum media itu pun tidak jelas.
Semua media massa seperti itu tentu harus diwaspadai. Bukan hanya berdampak pada cara berpikir, media abal-abal juga memicu perselisihan antar-golongan. Menurut penulis, lebih dari setengah tautan di beranda facebook penulis yang dibagi teman facebook umumnya bernada negatif.
Diprediksi, pertumbuhan media abal-abal semakin meningkat. Hal ini seiring kelonggaran aturan main di ranah TI. Berdasarkan informasi selentingan dari wartawan di Kemenkominfo, pemidanaan tentang penghinaan dalam UU ITE akan dihapus. faktor lainnya ialah pertumbuhan jumlah pengguna internet. Tahun belakangan ini, pertumbuhan internet di Indonesia mencapai 15-16 persen. Berdasarkan data APJII, 2015, kini pengguna internet aktif telah lebih dari 80 juta pengguna, 70 juta lebih di antaranya merupakan pengguna aktif media sosial facebook.
Kewaspadaan perlu ditekankan sejak dini. Memilah media massa yang kredibel merupakan keharusan agar mendapatkan informasi yang baik dan tepat. Tentu siapa pun tidak ingin terjebak pada arus informasi abal-abal atau menyesatkan. Di dalam kehidupan berkeluarga, kewaspadaan perlu ditekankan sejak di dalam rumah. Khusus bagi Anak-anak, bagaimana mereka diarahkan dapat menyeleksi media-media daring yang layak baca dan tepat guna. Tentu, kita ingin bangsa ini terdidik.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes