ARTIKEL PINTASAN

Monday, October 21, 2013

Si Cantik Malena dalam Film Malena (Bag II)




adegan Malena (blogspot)
Malena semakin terkucilkan di lingkungan akibat efek moral dan diskriminasi sosial. Namun, baginya cara hidupnya adalah cara yang tepat. Namun, efek perang berdampak pada dirinya. Kekuatan musuh, Jerman, runtuh. Italia terbebas dari koloni tentara-tentara Jerman. Akibatnya, warga di sekitar tempat tinggal Malena menghardik tubuh Malena hingga babak belur. Malena mengungsi ke luar daerah.
Suatu peristiwa mengagetkan dan membiaskan alur cerita, tiba-tiba saja suami Malena muncul kembali –seolah ingin melengkapi film, seolah juga mengejar deadline penyelesaian produksi tanpa adanya penjelasan atau persinggungan atas kabar kematian tentara Italia di Jerman. Suami Malena mencari keberadaan Malena. Atas bantuan Renato, sang suami berhasil menemukan Malena. Mereka kembali ke tempat tinggal semula. Begitulah akhir pengisahan Malena, hadir kembali di tengah-tengah cercaan, cacian, kebencian, secara bergandengan tangan bersama sang suami dengan mesranya meski Malena bekas seorang perempuan penjual tubuh.
“Kebaikan” Renato terhadap suami Malena adalah reaksi representatifnya atas peristiwa-peristiwa yang disaksikan melalui lubang. Sejak awal mengamati Malena, Renato mendapati represifitas atas hasratnya. Sebagai remaja baru, Renato tidak memiliki daya untuk mengekspresikan hasratnya kepada Malena. Di lain sisi, Renato juga harus berhadapan pada moral keluarga hingga kerapkali mendapat hukuman dari orangtua karena perilaku-perilaku yang dianggap amoral. Puncak segala represifitas itulah Renato akhirnya memberikan informasi penting kepada suami Malena demi kepuasan dirinya. Baginya, kepuasan dirinya tidak lain ialah ketenangan hidup Malena.

Begitulah, sang sutradara film Malena ingin menyampaikan bagaimana hasrat manusia bekerja di tengah-tengah kehidupan masyarakat, melalui sorotan terhadap si cantik Malena. Tentunya, hasrat berelasi pada sensualitas tubuh. Tidak ada hasrat kaum adam tanpa keberadaan kecantikan perempuan. Tidak ada sensualitas tanpa moralitas di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Maksud sang sutradara ialah penyampaian perihal kecantikan perempuan dan sensualitas perempuan, melalui sudut pandang seseorang yang berada dalam transisi anak-anak ke remaja.

Share this:

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar Anda di sini. Semoga komentar Anda menjadi awal silaturahmi, saling kritik dan saling berbagi.

 
Back To Top
Copyright © 2014 Fredy Wansyah. Designed by OddThemes